ffffff
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
banner here

Perjuang NU Melawan Islam Radikal Dari Masih Balita Pada Zaman Kemerdekaan (Perlawanan DI/TII)

Perbedaan pandangan terhadap ideologi sering kali menciptakan konflik, sama halnya perbedaan pandangan politik, bahkan bisa memunculkan aksi teror. Hal tersebut sudah terbukti dari sejarah sampai saat ini, di setiap peradaban selalu ada hal semacam itu.

Indonesia menjadi salah satu saksi atas kejadian tersebut, dari masa ke masa. Seperti yang dialami oleh Nahdlatul Ulama pada tahun 1949 sampai tahun 1962, NU (Nahdlatul Ulama) menjadi sasaran teror kelompok Darur Islam Tentara Islam Indonesia atau DI/TII di daerah Jawa Barat.

Aksi teror yang dilakukan DI/TII dilandasi atas tidak sepakatan mereka terhadap Republik Indonesia, Aksi teror tersebut sebuah bentuk pemberontakan DI/TII terhadap Republik Indonesia dan pemerintahannya.

Nahdlatul Ulama menjadi sasaran teror DI/TII karena NU mendukung dan tetap setia kepada Pemerintah Indonesia serta sistem Republik Indonesia. Bagi DI/TII, Nahdlatul Ulama telah mengkhianati Islam dengan sikapnya yang mendukung dan setia kepada Pemerintah Indonesia pada saat itu.

Tercatat dalam sejarah bahwa teror yang dilakukan DI/TII sangatlah brutal. DI/TII melakukan berbagai strategi untuk menggalang massa dan memusnahkan rivalnya dalam pergerakan menegakkan Negara Islam, misalnya pergerakan yang dilakukan yaitu  DI/TII meneror berbagi pihak yang tidak sepakat ataupun setuju dengan Pembentukan Negara Islam Indonesia, tidak berhenti dengan teror bahkan sampai pemusnahan. NU menjadi salah satu pihak yanng sangat dimusuhi oleh DI/TII.

DI/TII bahkan menugaskan kepada orang-orang mereka untuk membunuh minimal satu orang warga dan membakar minimal lima bangunan yang dibangun oleh Pemerintah Indonesia dalam jangka waktu setiap dua minggu. Nahdlatul Ulama yang ikut berjuang melawan DI/TII kala itu bahkan sampai dicap kafir oleh DI/TII.

Darul Islam dipimpin oleh Kartosuwiryo di Jawa Barat, Ibnu Hadjar di Kalimantan Selatan, Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan, dan Tengku Daud Beureueh di Aceh. Mengingat brutalnya pemberontakan yang dilakukan DI/TII dan terjadinya dualisme kepemimpinan di Indonesia dikarenakan Kartosuwiryo mengklaim dirinya sebagai amirul mukminin melalui gerbong DI (Darul Islam), dengan maksud menjadi tandingan kepemimpinan Bung Karno.

Akhirnya pada tahun 1954, para ulama Ahlussunnah wal Jamaah yang dipelopori NU (KH. Abdul Wahab Chasbullah) dengan memilih Bung Karno sebagai pemerintah yang sah sebagai waliyul amri.

NU yang telah dicap oleh DI/TII sebagai pengkhianat ini sering mendapatkan teror bahkan sampai upaya pembunuhan. Salah satunya terhadap ketua PBNU pada masa pemerintahan Sukarno yakni KH Idham Khalid dengan berbagai aksi percobaan pembunuhan.

Pernah pada saat naik kereta api menuju Jawa Timur, gerombolan DI/TII menembaki rangkaian kereta saat melintas antara Gambir dan Pegangsaan. Beruntung, peluru hanya mengenai ujung kopiah ajudannya, H Djumaksum. "Sasaran tembakan pastilah saya, menteri yang mengurusi keamanan," kata Idham. Kala itu KH Idham Khalid juga menjadi Wakil Perdana Menteri II merangkap Kepala Badan Keamanan.

Guna meredam DI/TII, selain mengerahkan berbagai pasukan tentara, Idham melibatkan para kiai dengan membentuk KPK (Kiai-kiai Pembantu Keamanan). KPK diketuai KH Muslich dari Jakarta, dengan anggota sejumlah kiai di tiap daerah yang dideteksi adanya aktivitas bawah tanah DI/TII.

"Tugas saya paling berat adalah menghadapi gerombolan yang membawa dalil-dalil agama Islam," kata Idham dalam biografi Idham Chalid, 'Tanggung Jawab Politik NU dalam Sejarah'.

~Maolana Faozi
Dipta_edu
Dipta_edu Hanya seorang pembelajar

Post a Comment for "Perjuang NU Melawan Islam Radikal Dari Masih Balita Pada Zaman Kemerdekaan (Perlawanan DI/TII)"

Youtube