ffffff
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
banner here

Urgensi Menulis Sebagai Penyambung Generasi

Tidak bisa dipungkiri, jika keberadaan peradaban saat ini sangat dipengaruhi oleh peradaban sebelumnya. Dengan itu dari zaman ke zaman saling berkaitan layaknya puzzle yang mana ketika potongan-potongan puzzle itu disatukan menjadi satu kesatuan yang utuh.

Hal itu bisa dilihat dari catatan sejarah dan coretan-coretan yang ada di batu, gua, daun, tulang dan benda lain yang ada di situs sejarah. Dengan adanya hal tersebut, generasi atau peradaban setelahnya bisa mengetahui problem dan cara survive yang dilakukan sehingga bisa belajar dari kekeliruan serta mencoba memperbaiki.

Sebelum Pramoedya Ananta Toer mengungkapkan bahwa “menulis adalah pekerjaan untuk keabadian”, manusia purba telah mempraktikkan ungkapan tersebut. Atau jangan-jangan beliau terinspirasi oleh manusia purba yang menulis di dinding gua tersebut? Entahlah. Hal ini menjadi bukti pertama bahwa dengan tulisan sesuatu akan abadi, pastinya sebelum kiamat. Dengan metode yang sederhana, menggoreskan ujung batu yang lancip pada dinding gua, mereka mengabadikan momen yang mereka alami. Coretan-coretan tersebut menjadi cikal bakal lahirnya tulisan yang kita kenal sekarang. Berawal dari coretan atau gambar-gambar sederhana perlahan berubah ke simbol-simbol yang sedemikian rupa sehingga muncullah tulisan yang kita kenal saat ini.

Tidaklah heran budaya menulis menjadi salah satu kegiatan yang terus dilestarikan hingga saat ini. Menulis merupakan kegiatan yang cukup kompleks. Dalam dunia pendidikan, menulis menjadi salah satu metode yang digunakan cukup mumpuni untuk menghapal atau mengingat suatu informasi agar lebih cepat atau lebih awet di memori otak kita. Sebab kegiatan menulis melibatkan beberapa kegiatan sekaligus, di antaranya adalah membaca, mengingat dan menyalin. Dengan satu output tersebut, tiga kegiatan didapatkan pula. Ibarat kata sambil menyelam, minum air. Dengan menulis tiga kegiatan sekaligus dapat dijalankan.

Tidak berhenti di bangku sekolah, nyatanya menulis juga merupakan suatu ekspresi yang menjadi salah satu tindakan terhadap suatu isu atau masalah. Tidak jarang melalui tulisan kritik bahkan dukungan terhadap suatu isu bebas berselancar di dunia baik nyata maupun maya. Menulis menjadi wadah bagi siapapun untuk mengungkapkan gagasan serta rasa yang dimiliknya. Siapapun bisa menulis dan memiliki kebebasan atas hal itu.

Dalam suatu peribahasa, menulis ibarat mengikat ilmu. Hal ini dianalogikan dengan hewan buruan dan sang empu. Hewan buruan diibaratkan dengan ilmu. Ketika kita menginginkan hewan tersebut selepas menangkapnya harus mengikat agar tidak kabur. Begitu pula dengan ilmu. Ilmu yang telah didapatkan harus diikat agar tidak pergi begitu saja atau numpang lewat saja. Salah satunya yaitu dengan mengikatnya melalui tulisan. Hal ini benar adanya dan cara ini direkomendasikan oleh guru bahkan ulama terkait pentingnya mencatat atau menulis. Dengan ini pula secara tidak langsung menyadari bahwa diri manusia memiliki keterbatasan memori. Sebab itulah tak jarang ilmuwan serta ulama mengabadikan pemikiran dan gagasannya dalam bentuk tulisan.

Ketika ilmuwan, ulama, ataupun penulis lain yang wafat, raganya melebur kembali dalam pelukan ibu pertiwi. Namun dengan adanya tulisan-tulisan pemikiran serta gagasannya masih bisa dikaji dan menjadi bahan diskusi untuk  umat manusia yang masih ada di bumi. Meskipun raganya telah tiada, namun buah pikirannya abadi mengiringi berputarnya bumi. Dengan hal itu, hubungan antara generasi masih terus tersambung meski secara jasad tidak pernah bersinggungan namun dalam ide dan pemikiran saling melengkapi.

Realitanya, suatu penelitian ilmiah harus memiliki rujukan dari suatu teori, penelitian, atau gagasan yang sudah ada sebelumnya. Dengan kata lain suatu tindakan yang hendak dilakukan selalu menilik atau mengembangkan dari tindakan yang sudah ada sebelumnya. Entah itu melihat dari sisi kekurangan, kelebihan, atau kekeliruan lainnya sehingga suatu permasalahan perlu dilakukan lagi.

Dengan berbekal tulisan-tulisan kita dituntun untuk menentukan langkah yang tepat dengan menelisik sudut-sudut yang terlewat serta hal yang tidak berimbang. Hal ini pula menjadi batu pijakan salah satu tugas kekhalifahan manusia di bumi ini. Menjaga peradaban dan ekosistem yang ada. Dengan itulah setiap generasi harus memiliki koneksi dengan generasi sebelumnya dan setelahnya. Tugas itu menuntut tiap generasi untuk saling berpegangan agar eksistensi tetap terjaga. Namun manusia sebagai makhluk tidak bisa menolak garisan Tuhan bahwa kita tidak ada yang abadi dan suatu saat akan kembali dalam pelukan-Nya. Maka dari itu, tulisan menjadi media yang bisa mengantarkan satu generasi ke generasi yang lain. Sebab hal ini selaras dengan ungkapan Pramudya Ananta Toer, “menulis adalah pekerjaan untuk keabadian”.

Dari sini, barangsiapa yang ingin tetap terhubung dengan generasi setelahnya, menulis bisa menjadi salah satu opsi yang bisa dilakukan.


Dipta_edu
Dipta_edu Hanya seorang pembelajar

Post a Comment for "Urgensi Menulis Sebagai Penyambung Generasi"

Youtube