ffffff
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
banner here

Menghamba Ala Habib Ja'far

sumber : NIMedia

Kayaknya ngga mungkin tersurat dalam Pancasila, Persatuan Indonesia, yang menjadi sila ketiga kalo di dalamnya tidak ada perbedaan dan konflik yang siap menyerang, deh. Wow, ngga main-main pelopor bangsa Indonesia dalam merancang Pancasila. Pasalnya dari dulu hingga saat ini, perbedaan yang ada di Indonesia tidak pernah hilang dan telah mengakar kuat serta mendarah daging di negara yang kaya akan sumber daya alam (katanya).

Agama Islam yang menjadi agama mayoritas saja di dalamnya masih banyak ada beragam aliran yang tidak luput dari perbedaan yang tak jarang menyulut konflik. Padahal memiliki keyakinan yang sama pada satu Tuhan, Allah SWT. Maka jangan heran kalo dalam ketentuan ibadah-ibadah dan adat istiadat yang berlaku pun bermacam-macam. Kalo ngga ada perbedaan nanti hadis yang menyebut akan ada banyak golongan dan hanya ada satu yang mengikuti jejak nabi SAW, tidak terbukti. Sama seperti hukum mengucapkan selamat natal pada umat nasrani, beragam hukum ditawarkan untuk mem-back up pilihan masing-masing. Ada yang memperbolehkan bahkan mengharamkan. Jadi, silakan pilih sesuai madzhab masing-masing.

Tapi daripada ngeributin ucapan natal yang tidak ada habisnya, mending fokusin aja pada diri sendiri apalagi penghambaan kita kepada Allah. Habib Ja’far yang belakangan ini beken karena subjek dakwahnya untuk kaum milenial sangat sederhana dalam membahas penghambaan kita kepada Allah.

Ibadah tidak hanya dengan gerakan fisik, namun secara batin. Ibadah wajib seperti shalat, zakat, puasa, nyatanya tidak sekadar fisik kita saja yang menjalankan, namun melibatkan batin. Jika dengan fisik saja, shalat bisa saja diganti yoga, puasa jadi ajang cosplay orang miskin, zakat menjadi pajak syariah. Iya, kan? Namun lebih dalam lagi, dengan melibatkan batin segala amalan ibadah tersebut menjadi cara komunikasi dengan zat-Nya. Ibadah dilakukan secara tulus. Layaknya dengan kekasih, ibadah kita juga harus tulus hanya ditujukan kepada Allah, tidak untuk selainnya. Orang sama pacar aja tulus masa sama penciptanya pacar nggak.

Perbanyak senyum pada saudara kita. Senyum merupakan amalan yang paling mudah dan murah. Tinggal tarik bibir ke kanan 3 cm dan ke kiri 3 cm udah jadi deh. Tuhan ngga mempersulit kita untuk beribadah, cukup senyum pada saudara kita. Karena senyuman itu bisa nular. Kita senyum pada seseorang, maka orang tersebut paling tidak tidak jadi marah sama kita dan puncaknya senyum balik. Apalagi kalo mau ngajak, kalo pake senyum pasti akan luluh. Dari sini juga senyum menjadi salah satu dakwah pada sesama. Mengajak seseorang dengan senyuman jauh lebih menentramkan daripada dengan menawarkan ketegasan.

Jangan meremehkan apapun. Segala yang diciptakan Tuhan pasti memiliki manfaat. Jadi, tidak sepantasnya kita meremehkan makhluk Tuhan, sekalipun itu hewan yang najis, seperti anjing. Meskipun berat jika terkena najisnya, liur anjing, air liur kita juga bisa jadi najis pula. Bahkan beberapa hewan memiliki keistimewaan tersendiri. Anjing mengajarkan kedermawanan, kesetiakawanan, ketidaktamakan pada manusia. Lebah mengajarkan pada kita apa yang masuk pada kita itu pula yang keluar dari diri kita. Dengan ini menunjukkan rahmat Allah yang tidak terbatas.

Yakin hanya kepada Allah. Dari orang Madura, kita belajar keyakinan penuh pada Allah. Di sini digambarkan orang berjualan pertalite persis di depan pom bensin. Jika menggunakan logika manusia maka tidak akan ada yang beli. Lagi-lagi yakin pada Allah memiliki kekuatan yang nyata. Nyatanya tetap ada yang membeli dan di sini pula bukti nyata bahwa Allah telah mengatur rezeki bagi setiap makhluknya.

Berharap harus diimbangi dengan takut kepada Allah. Sebagai manusia kita pasti memiliki berjuta harapan. Namun harapan tidak bisa dilepas sendirian, mesti diiringi dengan rasa takut kepada Allah. Sebab harapan merupakan salah satu tuntutan nafsu sedangkan nafsu itu layaknya anak kecil yang jika dibiarkan akan tumbuh menjadi remaja yang suka menyusu dan jika disapih maka dia akan berhenti. Jadi nafsu harus ada yang mengendalikan atau mengontrol. Nah, di sini lah peran rasa takut kepada Allah yang otomatis mengontrol nafsu.

Merayu Tuhan, bukan mendikte. Masih dengan harapan, segala yang kita inginkan mintalah kepada Allah. Namun dengan rayuan yang mesra, bukan mendikte Allah. Sebab Allah tidak suda didikte dan Allah lebih tau dari apa yang kita tau. Rayulah Tuhan dengan merendahkan diri kita dan Maha Tinggikan Dzatnya. Serta gunakan suara yang lembut. Dan jangan lupa gandeng diri kita dengan Nabi Muhammad, baik dengan perbuatan, lisan, ataupun hati.

Nah, kalo kalian gimana, nih? Masih mendikte apa udah tahap merayu? Romantis ngga harus sama pacar kok, romantis sama Tuhan ngga bakal rugi. Percaya, deh!


Dipta_edu
Dipta_edu Hanya seorang pembelajar

Post a Comment for "Menghamba Ala Habib Ja'far"

Youtube