ffffff
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
banner here

Adab Santri di Era Milenial

source: Nurul Iman Media

Di era millenial, santri dihukumi fardhu 'ain melakukan jihad-jihad kekinian. Di zaman kacau (mess age) ini santri harus menjadi generasi langgas yang moderat dan toleran di dunia maya. Santri harus aktif dan berani mentransfer, mengampanyekan sekaligus mensosialisasikan doktrin Islam yang toleran dan anti kekerasan di dunia maya. Santri itu harus serbaguna, serbabisa, dana tau multitalenta. Santi tidak boleh kudet (kurang update) sebagaimana amanat Alm. KH Abdul Aziz Mansur, ‘Santri harus mampu mengambil peran sebagai lokomotif perubahan sosial demi kemaslahatan umat, bukan sekadar pendorong’.

Santri zaman sekarang sudah lumrah berani kepada ustaz dan kedua orang tuanya, kurang memuliakan kitabnya, dana tau sudah tidak peduli dengan bacaan qurannya. Mereka mulai terbuai oleh permainan medsos seperti Whatsapp, Facebook, dan Twitter. Karena realitas inilah banyak santri yang kurang berkah ilmunya, tidak bahagia hidupnya hingga rasa putus asa pun menghampirinya.

Padahal seandainya santri mau mengikuti wejangan kitab Ta’lim Mutaallim yang sudah lumrah diajarkan di pesantren manapun pada saat awal masuk pesantren, niscaya santri zaman sekarang akan mendapati ilmu yang berkah, hidupnya menjadi bahagia dan tidak mudah putus asa. Akan tetapi kebanyakan yang sudah mempelajari kitab taklim mutaklim,itu hanya sekadar ngaji dan khatam saja. Tidak banyak santri yang mengamalkannya juga. Mengapa demikian?

Dalam kitab karangan Syeikh Zarnuji itu disebutkan bahwa syarat orang mencari ilmu itu ada enam (6) perkara.

Pertama adalah “Cerdas (dzakaa’in)”. Sebagai salah satu syarat pelajar adalah harus cerdas. Dalam hal ini santri millenial masih memenuhi syarat. Karena jika tidak, berarti santri itu akal pikirannya di bawah normal alias gila (majnun), sehingga tidak layak menjadi santri.

Kedua yaitu “Tidak gampang puas (hirshin)”. Seorang pencari ilmu tidak boleh gampang puas dengan apa yang sudah diperoleh. Karena dengan begitu ia akan terus belajar dan mutholaah. Santri yang mudah puas, hasilnya akan biasa-biasa saja. Namun bagimereka yang kehausan ilmu akan jadi generasi santri yang benar-benar milenial

Selanjutnya yang ketiga adalah “Sabar (ishthibaarin)”. Nah, di poin ini banyak santri zaman sekarang yang gagal. Tidak sedikit zaman sekarang santri yang tidak bisa bersabar. Mereka inginnya cepat pulang. Kalau ngaji ingin cepat pulang, ketika ro’an yang penting selesai, saat antri makan ingin cepat dapat bagian, saat antri mandi bawaannya ingin segera mandi. Bukan hanya itu, saat mereka wiridan bakda sholat yang lima waktu mereka terburu-buru sehingga cendrung tidak khusyuk. Padahal bacaan sesudah sholat itu sangat penting terutama untuk melatih kesabaran. Sekali lagi santri zaman sekarang kurang bisa SABAR.

Syarat yang keempat yaitu “Punya bekal atau biaya (bulghatin)”. Mayoritas santri sekarang tidak ada yang tidak mampu. Para santri biasanya dibekali dengan uang yang cukup, kebutuhan lainnya juga sudah terpenuhi. Tidak ada santri kelaparan di zaman now. Malah sebaliknya, santri zaman sekarang cenderung berlomba-lomba dalam balapan makan. Kalau mereka dibesuk atau dikirim bapak ibunya sering kali dibawakan makanan yang enak-enak, seperti sate, ayam panggang dan makanan siap saji lainnya. Maka tidak heran jika santri sekarang itu rata-rata gemuk-gemuk. Saat baru jadi santri ditimbang berat badannya masih kisaran 45 kg, tapi beberapa bulan kemudian ditimbang lagi bobotnya sudah bertambah 2 kg rata-rata.

Kelima adalah “Mengikuti petunjuk ustaz atau guru(irsyadi ustazin)”. Ini juga banyak santri yang tidak lolos dari syarat ini. Banyak santri sekarang yang berani kepada gurunya tidak mau diarahkan, dibimbing kurang menghiraukan. Ketika disuruh belajar malah cerita-cerita kesana-kemari. Disuruh tidur, malah begadang. Pada saat jam pelajaran tiba malah tidur atau ngantuk. Sekali lagi, santri sekarang banyak yang kurang memperhatikan arahan dari ustaz dan ustazah.

Yang terakhir adalah “Waktu yang panjang (thuuli zamani). Artinya tidak cukup seorang santri itu hanya mondok satu bulan dua bulan, tapi minimal 3 tahun sampai 6 tahun. Kalau ada sekarang istilah pondok kilat atau nyantri sebentar itu hanya sebagai hiburan saja. Karena ilmu yang diperoleh dalam waktu yang singkat itu kurang sempurna alias hanya tahu atau paham luarnya saja.

Dari beberapa hal di atas problem dari santri milenial yakni pertama kurang bisa sabar dalam menjalani proses demi proses saatmencari ilmu. Kedua santri kurang memiliki rasa khormat kepada para ustaz dan ustazahnya. Ketiga kurang belajar dengan sungguh-sungguh. Sepantasnya santri yang hidup di zaman sekarang dapat menjalankan apa yang sudah diajarkan di kitab taklim mutaallim itu. Karena dengan begitu, ilmu yang nantinya diperoleh para santri akan lebih bermanfaat dan barokah.

 Naila Lidia


Dipta_edu
Dipta_edu Hanya seorang pembelajar

Post a Comment for "Adab Santri di Era Milenial"

Youtube